Sabtu, 27 Oktober 2012

Isyarat

Jari ini semakin berat. Otak ini semakin buntu. Aku mati kutu dihadapanmu. Kau yang telah mengobrak-abrik duniaku dalam sehari. Kau yang telah mengacaukan hidupku setelah hatiku. Dan kini aku tak tahu rasa. Tak kenal senang. Pun juga sedih dan sakit. Tak ada cerita. Yang ada hanyalah potongan kata. Ini adalah cerita. Tentang cinta. Tentang kita. Yang pernah kubaca hingga berkaca-kaca.

***

Aku mulai berkisah, tentang satu sahabatku yang lahir di negeri orang lalu menjalani kehidupan keluarga imigran yang sederhana. Setiap kali ibunya hendak menghidangkan daging ayam sebagai lauk, ibunya pergi ke pasar untuk membeli bagian punggungnya saja. Hanya itu yang ibunya mampu beli. Sahabatku pun beranjak besar tanpa tahu ada paha, dada, atau sayap. Punggung menjadi satu-satunya definisi yang ia punya tentang ayam.

Aku menghela napas. Kisah ini terasa semakin berat membebani lidah. Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang cuma sanggup kuhayati bayangannya dan tak akan pernah kumiliki keutuhannya. Seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan ini sanggup mengejar. Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat sehalus udara, langit, awan, atau hujan. Seseorang yang selamanya harus dibiarkan berupa sebentuk punggung karena kalau sampai ia berbalik niscaya hatiku hangus oleh cinta dan siksa.

"Sahabat saya itu adalah orang yang berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu ada bagian lain. Ia hanya mengetahui apa yang ia sanggup miliki. Saya adalah orang yang paling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tidak sanggup saya miliki."

(Dee, Rectoverso : Hanya Isyarat, hal.47)

***

Membaca kisah itu seperti becermin. Aku melihat  aku. Dan aku melihat dia. Dia yang hanya sanggup kuhayati sebatas punggungnya saja. Dan aku yang seringkali diam-diam memperhatikannya dari belakang, punggungnya. Aku yang hanya sanggup mencintainya secara diam-diam dari belakang, bukan terang-terangan menyatakan cinta dan bermesraan bersamanya di depan mukanya. Dan aku yang bahagia, ketika berhasil menangkap siluet punggungnya dimanapun ia berada. Meskipun punggung itu berada di sela-sela lingkar tangan orang lain. Juga isyarat. Ribuan kali yang telah kukirimkan tanpa pernah kau sadari. Satu-satunya pesan, untuk menyampaikan padamu bahwa aku ada. Dan aku cinta.


Bandung, 28 Oktober 2012
01:26 AM

Kamis, 11 Oktober 2012

Kau dan Dia

Hari ini, hari perkabungan. Terlalu banyak yang ingin diceritakan. Terlalu banyak yang ingin ditulis. Terlalu banyak yang ingin dicintai. Terlalu banyak yang ingin mencintai. Terlalu banyak yang disakiti. Terlalu banyak yang harus dikorbankan. Terlalu banyak. Semuanya karena cinta. Selalu. Tidak ada kekuatan digdaya lain yang mampu menghancurkan manusia dalam satu detik. Cukup satu butir terkecil dari cinta yang jatuh di hati, mampu menghancurkan jutaan sel, mampu meneteskan ribuan tetes air mata, dan mampu membunuh hati manusia. 

Mungkin, satu kesalahan Tuhan adalah menciptakan cinta........

Mengapa harus ada cinta ketika pertemanan saja sudah cukup?

Selasa, 09 Oktober 2012

Teman

Ketahuilah bahwa ia berharga. Karena untuk menemukan yang asli, sangat sulit. Perlu waktu untuk menguji. Perlu kesabaran untuk menanti. Perlu cinta untuk mencoba. Dan perlu keberanian untuk menerima kenyataan.

Karena, yang palsu selalu tersedia, namun yang asli harus inden terlebih dahulu.

Senin, 08 Oktober 2012

Pain

What is pain?

Could it be love?

Could it be friend?

Could it be sick?

Could it be happy?

Could it be lucky?

Could it be lost?

Could it be found?

Could it be togetherness?

Could it be loneliness?

Or could it be... you.

Reinkarnasi

Bicara reinkarnasi, maaf ya bloggie buat beberapa bulan kemaren yang sempet lupa sama kamu. Jadi tulisan ini adalah reinkarnasi, kebangkitan kembali, penanda bahwa blog ini belum mati. Masih ada yang peduli. Meski hanya sendiri.

Paling tidak, tidak seperti hati ini.

Blog ini bukan blog sejarah, jadi saya tidak akan menguraikan tentang reinkarnasi secara etimologis dan basa-basi lainnya. Sesuai tujuan asalnya, saya akan curhat. Daripada curhatan saya menjadi remeh temeh, lebih baik diblogkan saja agar mereka-mereka dapat menilai sendiri saya melalui tulisan saya. Lagipula, saya tidak pandai berbicara.

Bicara reinkarnasi, apabila ia berlaku untuk nyawa, pun jugakah dengan cinta?

Cinta itu letaknya di mana?
Yang pasti, bukan di tubuh. Kalau di jiwa, berarti jiwa yang bereinkarnasi akan merasakan cinta yang sama yang ia rasakan pada kehidupan sebelumnya?

Semenjak kuliah, cinta saya bereinkarnasi. Yang dulu telah mati, kini bangkit lagi, meski pada orang yang berbeda.

Seberapapun seringnya hati dihancurkan, ia akan tetap kembali mencinta. Dan kepingannya akan terajut rapi seiring dengan hubungan dengan sang reinkarnasi yang semakin dekat. Namun siklusnya seringkali berulang. Ia akan kembali jatuh dan kembali hancur.

"Andai bisa reinkarnasi........ Mungkin saya lebih memilih menjadi....."
terdengar menggiurkan. Tapi berandai-andai hanya akan membuat sakit. Karena ia tak pernah bisa menjadi kenyataan.

Kenyataannya, cinta sulit bereinkarnasi. Aku tetap mencintai dia, apapun dan bagaimanapun dia menghancurkan, hati akan merajut kembali kepingan-kepingannya.

"Hati itu dipilih, bukan memilih" (Perahu Kertas, Dee)
karena itu, cinta tak bereinkarnasi. Karena siapapun yang adikuasa telah memilih hatiku untuk mencintainya. Entah sampai kapan.


Senin, 07 Mei 2012

Panen Jambu


Suatu hari aku bertanya pada pohon jambu
Mengapa engkau berbuah?
Aku tidak tahu jawabnya
Lantas apakah kau ingin berbuah?
Aku tidak ingin jawabnya
Lantas apakah yang kau ingini?
Aku ingin makan buah katanya

Suatu hari aku bertanya pada hati
Mengapa engkau mencinta?
Aku tidak tahu jawabnya
Lantas apakah kau ingin mencinta?
Aku tidak ingin jawabnya
Lantas apakah yang kau ingini?
Aku ingin dicintai katanya

@reygiovanny

Kamis, 05 April 2012

Kado

Entah kenapa, aku tidak menyadari ada yang spesial pada hari ini. Entah kenapa, aku tidak merasa ada hari yang spesial dalam hidup ini. Setidaknya, bukan untukku. Ada sesuatu yang spesial untuk seseorang pada hari ini, esok, dan setelah esok. Setiap hari ada yang spesial. Dan yang spesial seringkali hadir di sebuah hari yang biasa, nyaris sederhana. Hanya butuh beberapa rangkai kata tanpa suara. Hanya butuh beberapa detik mata tuk membaca. Untuk menangkapnya, hanya butuh sedikit usaha. Tidak banyak. Tapi lebih dari itu, ada sesuatu yang mendorong hatiku hingga nyaris membuncah ketika aku menutup lembar terakhir sejilid kertas dengan selempeng daun maple di depannya. Tugas sejilid kertas itu telah usai. Dan kini, apapun itu yang tadinya ada di sana, entah semangat, harapan, atau bahkan cinta, kini sudah berpindah kepadaku, membuatku menjadi super spesial pada hari itu. Bumi terus bergulir, mungkin hari ini bukanlah hari yang spesial buatku, tapi tidak untukmu. Aku kembali mengirimkan sebungkus kado dari serangkai hitam di atas putih. Sebungkus kado yang dahulu kudapat dari sejilid kertas dengan selempeng daun maple di depannya. Dan dengan itu, semoga harimu menjadi super spesial, sama seperti hari ketika aku menutup lembar terakhir dari semangat, harapan, dan cinta yang kau tuliskan. Selamat ulang tahun, Kak Windy.

Senin, 06 Februari 2012

Senja Di Kota


Orang bilang, tidak ada manusia yang sempurna. Tidak ada suatu hal yang benar-benar sempurna. Saya hampir setuju dengan hal ini. Hingga suatu hari, di sebuah sore yang jingga, saya menatap langit, dan menatap dia. Saya kembali memikirkan tentang kesempurnaan.

Apa sih yang kalian anggap sempurna? Buat saya, sempurna adalah sebuah kata yang sarat akan unsur subjektivitas. Apa yang sempurna untuk saya, belum tentu sempurna untuk kamu. Dan apa yang sempurna untuk kamu, belum tentu sempurna untuk dia. Begitu seterusnya. Sehingga, ada hal yang sempurna di dunia ini. Yaitu, apapun yang kita yakini bahwa ia sempurna, ialah sempurna.
Dan bagi saya, kesempurnaan itu bukan tidak ada. Ia hanya bersembunyi. Di balik jingga yang memiuh hati. Di balik beton-beton dan besi bangunan. Di balik telapak tangan kita yang bersatu. 
Tak butuh suatu hal yang muluk-muluk. Saat ini, saya berdiri sendiri menatap langit sore yang sangat indah. Dan saya menyadari bahwa kita sedang berada di bawah langit yang sama. Jingga yang sama. Apakah kau menatap langit juga?

Kesempurnaan untuk saya adalah, ketika saya mengetahui bahwa kau masih ada. Meski telapak tanganmu tak ada dalam genggamanku. Meski kepalamu tak ada di sisi bahuku. Meski lingkar tanganmu tak ada di selisik leherku. Tapi kau masih ada. Seperti jingga dalam senja. Begitu nyata dan indah. 

Dan langit tak selamanya jingga. Malam kan menggantikannya. Begitu juga dengan kau.





Rabu, 04 Januari 2012

Hide And Seek


HIDE AND SEEK

Menjadi tersembunyi, memang nyaman.
Tak seorangpun tahu di mana kau berada.
Tak seorangpun peduli sedang apa kau di sana.
Bebas melakukan. Bebas salah. Bebas benar.
Menjadi tersembunyi, dapat membuatmu bebas melakukan segala hal
tanpa dikecam orang, dihakimi orang.
Banyak orang yang berusaha tersembunyi di lingkungan masyarakat.
Banyak siswa yang berusaha tersembunyi dari jailan kakak kelas.
Banyak murid yang berusaha tersembunyi dari telunjuk guru untuk menjawab pertanyaan.
Banyak yang bersembunyi.

Namun kau tak bisa selamanya bersembunyi.
Suatu hari nanti, tiba saatnya kau harus berdiri.
Menjadi sorotan ribuan pasang mata.
Dipandang semua orang.
Dan untuk menjadi tidak tersembunyi, kau tidak perlu susah payah.
Tidak perlu menjadi artis terkenal
Tidak perlu menjadi buronan
Untuk menjadi pusat perhatian,
kau hanya perlu melihat dirimu.
Untuk menjadi tidak tersembunyi,
kau hanya perlu menjadi berbeda.
Melihat ke dalam dirimu, dan tidak menjadi siapa-siapa.
Karena setiap orang, diciptakan berbeda.



Senin, 02 Januari 2012

2 from 365

Ini semua dikarenakan dia yang membuat saya menunggu. Menunggu sebuah janji yang memang kerap kali tak ditepati oleh manusia. Selama masih manusia, pasti sulit menepati janji, begitupun dengan saya. Terpaksa saya memesan sekaleng bir yang masih asing untuk kerongkongan saya ini. Begitupun dengan sebuah cafe tanpa plang nama yang baru pertama kali saya jejaki malam ini.

Malam ini, saya mengenakan baju hitam. Hitam tanda berkabung. Berkabung untuk berbagai macam hal yang akan saya kubur seiring habisnya buih-buih kuning dalam gelas yang semula beku itu. Begitu mengetahui saya mereguk bir, banyak teman-teman saya yang menanyakan alasan saya melakukannya. Dan kebanyakan saya menjawab seadanya. Mencoba pengalaman baru, atau mengisi waktu luang. Namun tidak dengan kamu, saya akan memberitahukan maksud saya yang sejujur-jujurnya mengapa saya pergi ke sini, dan mereguk sebotol bir yang disodorkan bapak penjaga cafe (meskipun saya memesan sekaleng saja).

Dalam keadaan setengah mabuk, memang sulit membuat sebuah tulisan terstruktur yang rapi dan enak dibaca. Sehingga mohon maaf apabila tulisan ini berantakan dan terkesan tidak rapi. Lompat-lompat dari satu bahasan ke bahasan lain.

Pertama, malam ini saya menemukan fakta bahwa semakin hangat bir itu semakin pahit. Begitu pula sebaliknya, semakin dingin bir itu, maka rasa pahitnya akan semakin sedikit. Mungkin begitu pula dengan hidup. Apabila kita menyelesaikan satu masalah dengan panas hati, maka masalah itu akan terasa pahit. Dan sebaliknya jika kita bersikap dingin, masalah itu akan lewat dengan sendirinya. Maka, di tahun 2012 ini, jangan terkejut apabila anda menemukan saya bersikap lebih dingin. Terlalu banyak waktu yang akan tersita apabila saya peduli terhadap satu per satu masalah yang datang menghampiri. Jadi, saya akan cuek. Saya percaya kebahagiaan bisa dicari. Dan selalu ada barang subtitusi untuknya.
Cheers!

Kedua, maksud dan tujuan saya pergi ke sini dengan memakai baju hitam adalah: mengubur. Tak ada orang yang memakai baju merah atau kuning atau hijau di pekuburan bukan? Maka pertanyaan anda selanjutnya pastilah: mengubur apa? Cukup banyak yang harus saya kubur malam ini. Yang saya harus kubur pertama-tama adalah dia. Dia yang saat ini akan datang menemani saya malam ini. Semua tentang dia harus saya kubur. Jangan tanya mengapa saya harus menguburnya. Yang kedua adalah mimpi. Saya percaya mimpi memiliki masa kadaluarsanya. Mimpi akan berakhir. Entah dengan terkabul, entah dengan dikubur. Dan jelas, saya hanya punya pilihan kedua.  Saya mengubur mimpi saya yang entah sejak kapan tanpa sadar saya mimpikan. Pada dasarnya, mimpi itu terlalu tinggi dari tempat saya berpijak. Semesta telah menentukan mimpi saya, namun dengan angkuh saya menentangnya. Beginilah hasilnya. Saya harus mengubur mimpi saya. Ketiga, saya harus mengubur masa lalu. Pernahkah anda berkemas ketika hendak melakukan sebuah perjalanan? Tidak semua barang anda bawa bukan? Anda hanya membawa barang-barang yang anda perlukan selama perjalanan. Saya akan melakukan perjalanan di tahun 2012, maka saya berkemas. Seluruh kenangan yang tidak perlu di tahun 2011 haruslah saya kubur rapat-rapat. Jangan sampai mereka memberatkan perjalanan saya.

Ketiga, terkadang kita tidak bisa menentukan ritmik hidup ini. Ada beberapa situasi dimana yang dapat kita lakukan hanyalah menikmati. Dan dua hari di tahun 2012 ini, saya mempelajarinya. Belajar menikmati tatkala negosiasi dengan semesta gagal. Dengan begitu, hidup pastilah lebih nyaman. Namun saya sadar betul, ini tidak mudah. Perlu waktu. Dan secepat mungkin saya harap saya mampu.

Jadi, kira-kira itulah yang dapat saya bagikan malam ini. Dan sampai tulisan ini saya post-kan dia belum datang. Untuk dia, jam 8 sudah lama lewat, cepatlah datang.