Bicara reinkarnasi, maaf ya bloggie buat beberapa bulan kemaren yang sempet lupa sama kamu. Jadi tulisan ini adalah reinkarnasi, kebangkitan kembali, penanda bahwa blog ini belum mati. Masih ada yang peduli. Meski hanya sendiri.
Paling tidak, tidak seperti hati ini.
Blog ini bukan blog sejarah, jadi saya tidak akan menguraikan tentang reinkarnasi secara etimologis dan basa-basi lainnya. Sesuai tujuan asalnya, saya akan curhat. Daripada curhatan saya menjadi remeh temeh, lebih baik diblogkan saja agar mereka-mereka dapat menilai sendiri saya melalui tulisan saya. Lagipula, saya tidak pandai berbicara.
Bicara reinkarnasi, apabila ia berlaku untuk nyawa, pun jugakah dengan cinta?
Cinta itu letaknya di mana?
Yang pasti, bukan di tubuh. Kalau di jiwa, berarti jiwa yang bereinkarnasi akan merasakan cinta yang sama yang ia rasakan pada kehidupan sebelumnya?
Semenjak kuliah, cinta saya bereinkarnasi. Yang dulu telah mati, kini bangkit lagi, meski pada orang yang berbeda.
Seberapapun seringnya hati dihancurkan, ia akan tetap kembali mencinta. Dan kepingannya akan terajut rapi seiring dengan hubungan dengan sang reinkarnasi yang semakin dekat. Namun siklusnya seringkali berulang. Ia akan kembali jatuh dan kembali hancur.
"Andai bisa reinkarnasi........ Mungkin saya lebih memilih menjadi....."
terdengar menggiurkan. Tapi berandai-andai hanya akan membuat sakit. Karena ia tak pernah bisa menjadi kenyataan.
Kenyataannya, cinta sulit bereinkarnasi. Aku tetap mencintai dia, apapun dan bagaimanapun dia menghancurkan, hati akan merajut kembali kepingan-kepingannya.
"Hati itu dipilih, bukan memilih" (Perahu Kertas, Dee)
karena itu, cinta tak bereinkarnasi. Karena siapapun yang adikuasa telah memilih hatiku untuk mencintainya. Entah sampai kapan.
ia tahu kemana harus berlabuh :)
BalasHapus