Ada pepatah yang mengatakan bahwa
diam itu emas. Dan untuk mendapatkan sebutir emas, harus ada usaha untuk
merengkuh. Tidak semata-mata dipungut begitu saja seperti bunga rapuh. Namun
dengan segenap tenaga, ribuan peluh yang terjatuh, atau bahkan kulit yang
melepuh. Begitupun dengan diam. Bagi kebanyakan orang, diam itu mudah. Namun
bagi segelintir orang yang sedang jatuh cinta, diam itu emas. Butuh usaha besar
untuk diam dan usaha yang lebih besar lagi untuk mendiamkan hati yang selalu
bicara. Tak selamanya usaha itu mudah. Seperti mencari emas, butuh ribuan peluh
terjatuh atau bahkan kulit yang melepuh. Terkadang didiamkan saat jatuh cinta
sangatlah menyiksa. Kau lihat aku diam, namun sesungguhnya dalam hati ini
ingar-bingar. Terus mendengungkan satu nama ynag diiringi puluhan tanya. Dan
sedihnya, terkadang kita harus diam ketika kita mencintai seseorang. Kita harus
diam karena mungkin saja ia tidak siap jatuh cinta. Dan seiring berjalannya
waktu barulah kita dapat mencintainya sedikit demi sedikit sesuai porsinya.
Karena lagi-lagi mungkin saja ia belum siap apabila kita memberikan seluruh
cinta kita padanya. Karena hatinya adalah wadah terbatas yang hanya mampu
menampung percik demi percik cinta yang kualirkan. Dan lagi-lagi, aku harus
diam. Kembali diam hingga ia membeli wadah baru yang lebih besar untuk kuisi
kembali.
Oleh karena itu, aku mencoba
bersahabat dengan diam. Berusaha diam meski hati terus berteriak. Berusaha diam
meski sakit dan lelah. Berusaha diam hingga dia tak juga diam. Dan dalam diam,
diam-diam aku berharap, maukah kau membuka sedikit hatimu untuk berbicara?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar