Jari ini semakin berat. Otak ini semakin buntu. Aku mati kutu dihadapanmu. Kau yang telah mengobrak-abrik duniaku dalam sehari. Kau yang telah mengacaukan hidupku setelah hatiku. Dan kini aku tak tahu rasa. Tak kenal senang. Pun juga sedih dan sakit. Tak ada cerita. Yang ada hanyalah potongan kata. Ini adalah cerita. Tentang cinta. Tentang kita. Yang pernah kubaca hingga berkaca-kaca.
***
Aku mulai berkisah, tentang satu sahabatku yang lahir di negeri orang lalu menjalani kehidupan keluarga imigran yang sederhana. Setiap kali ibunya hendak menghidangkan daging ayam sebagai lauk, ibunya pergi ke pasar untuk membeli bagian punggungnya saja. Hanya itu yang ibunya mampu beli. Sahabatku pun beranjak besar tanpa tahu ada paha, dada, atau sayap. Punggung menjadi satu-satunya definisi yang ia punya tentang ayam.
Aku menghela napas. Kisah ini terasa semakin berat membebani lidah. Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang cuma sanggup kuhayati bayangannya dan tak akan pernah kumiliki keutuhannya. Seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan ini sanggup mengejar. Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat sehalus udara, langit, awan, atau hujan. Seseorang yang selamanya harus dibiarkan berupa sebentuk punggung karena kalau sampai ia berbalik niscaya hatiku hangus oleh cinta dan siksa.
"Sahabat saya itu adalah orang yang berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu ada bagian lain. Ia hanya mengetahui apa yang ia sanggup miliki. Saya adalah orang yang paling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tidak sanggup saya miliki."
(Dee, Rectoverso : Hanya Isyarat, hal.47)
***
Membaca kisah itu seperti becermin. Aku melihat aku. Dan aku melihat dia. Dia yang hanya sanggup kuhayati sebatas punggungnya saja. Dan aku yang seringkali diam-diam memperhatikannya dari belakang, punggungnya. Aku yang hanya sanggup mencintainya secara diam-diam dari belakang, bukan terang-terangan menyatakan cinta dan bermesraan bersamanya di depan mukanya. Dan aku yang bahagia, ketika berhasil menangkap siluet punggungnya dimanapun ia berada. Meskipun punggung itu berada di sela-sela lingkar tangan orang lain. Juga isyarat. Ribuan kali yang telah kukirimkan tanpa pernah kau sadari. Satu-satunya pesan, untuk menyampaikan padamu bahwa aku ada. Dan aku cinta.
Bandung, 28 Oktober 2012
01:26 AM
Sabtu, 27 Oktober 2012
Kamis, 11 Oktober 2012
Kau dan Dia
Hari ini, hari perkabungan. Terlalu banyak yang ingin diceritakan. Terlalu banyak yang ingin ditulis. Terlalu banyak yang ingin dicintai. Terlalu banyak yang ingin mencintai. Terlalu banyak yang disakiti. Terlalu banyak yang harus dikorbankan. Terlalu banyak. Semuanya karena cinta. Selalu. Tidak ada kekuatan digdaya lain yang mampu menghancurkan manusia dalam satu detik. Cukup satu butir terkecil dari cinta yang jatuh di hati, mampu menghancurkan jutaan sel, mampu meneteskan ribuan tetes air mata, dan mampu membunuh hati manusia.
Mungkin, satu kesalahan Tuhan adalah menciptakan cinta........
Mengapa harus ada cinta ketika pertemanan saja sudah cukup?
Selasa, 09 Oktober 2012
Teman
Ketahuilah bahwa ia berharga. Karena untuk menemukan yang asli, sangat sulit. Perlu waktu untuk menguji. Perlu kesabaran untuk menanti. Perlu cinta untuk mencoba. Dan perlu keberanian untuk menerima kenyataan.
Karena, yang palsu selalu tersedia, namun yang asli harus inden terlebih dahulu.
Senin, 08 Oktober 2012
Pain
What is pain?
Could it be love?
Could it be friend?
Could it be sick?
Could it be happy?
Could it be lucky?
Could it be lost?
Could it be found?
Could it be togetherness?
Could it be loneliness?
Or could it be... you.
Could it be love?
Could it be friend?
Could it be sick?
Could it be happy?
Could it be lucky?
Could it be lost?
Could it be found?
Could it be togetherness?
Could it be loneliness?
Or could it be... you.
Reinkarnasi
Bicara reinkarnasi, maaf ya bloggie buat beberapa bulan kemaren yang sempet lupa sama kamu. Jadi tulisan ini adalah reinkarnasi, kebangkitan kembali, penanda bahwa blog ini belum mati. Masih ada yang peduli. Meski hanya sendiri.
Paling tidak, tidak seperti hati ini.
Blog ini bukan blog sejarah, jadi saya tidak akan menguraikan tentang reinkarnasi secara etimologis dan basa-basi lainnya. Sesuai tujuan asalnya, saya akan curhat. Daripada curhatan saya menjadi remeh temeh, lebih baik diblogkan saja agar mereka-mereka dapat menilai sendiri saya melalui tulisan saya. Lagipula, saya tidak pandai berbicara.
Bicara reinkarnasi, apabila ia berlaku untuk nyawa, pun jugakah dengan cinta?
Cinta itu letaknya di mana?
Yang pasti, bukan di tubuh. Kalau di jiwa, berarti jiwa yang bereinkarnasi akan merasakan cinta yang sama yang ia rasakan pada kehidupan sebelumnya?
Semenjak kuliah, cinta saya bereinkarnasi. Yang dulu telah mati, kini bangkit lagi, meski pada orang yang berbeda.
Seberapapun seringnya hati dihancurkan, ia akan tetap kembali mencinta. Dan kepingannya akan terajut rapi seiring dengan hubungan dengan sang reinkarnasi yang semakin dekat. Namun siklusnya seringkali berulang. Ia akan kembali jatuh dan kembali hancur.
"Andai bisa reinkarnasi........ Mungkin saya lebih memilih menjadi....."
terdengar menggiurkan. Tapi berandai-andai hanya akan membuat sakit. Karena ia tak pernah bisa menjadi kenyataan.
Kenyataannya, cinta sulit bereinkarnasi. Aku tetap mencintai dia, apapun dan bagaimanapun dia menghancurkan, hati akan merajut kembali kepingan-kepingannya.
"Hati itu dipilih, bukan memilih" (Perahu Kertas, Dee)
karena itu, cinta tak bereinkarnasi. Karena siapapun yang adikuasa telah memilih hatiku untuk mencintainya. Entah sampai kapan.
Paling tidak, tidak seperti hati ini.
Blog ini bukan blog sejarah, jadi saya tidak akan menguraikan tentang reinkarnasi secara etimologis dan basa-basi lainnya. Sesuai tujuan asalnya, saya akan curhat. Daripada curhatan saya menjadi remeh temeh, lebih baik diblogkan saja agar mereka-mereka dapat menilai sendiri saya melalui tulisan saya. Lagipula, saya tidak pandai berbicara.
Bicara reinkarnasi, apabila ia berlaku untuk nyawa, pun jugakah dengan cinta?
Cinta itu letaknya di mana?
Yang pasti, bukan di tubuh. Kalau di jiwa, berarti jiwa yang bereinkarnasi akan merasakan cinta yang sama yang ia rasakan pada kehidupan sebelumnya?
Semenjak kuliah, cinta saya bereinkarnasi. Yang dulu telah mati, kini bangkit lagi, meski pada orang yang berbeda.
Seberapapun seringnya hati dihancurkan, ia akan tetap kembali mencinta. Dan kepingannya akan terajut rapi seiring dengan hubungan dengan sang reinkarnasi yang semakin dekat. Namun siklusnya seringkali berulang. Ia akan kembali jatuh dan kembali hancur.
"Andai bisa reinkarnasi........ Mungkin saya lebih memilih menjadi....."
terdengar menggiurkan. Tapi berandai-andai hanya akan membuat sakit. Karena ia tak pernah bisa menjadi kenyataan.
Kenyataannya, cinta sulit bereinkarnasi. Aku tetap mencintai dia, apapun dan bagaimanapun dia menghancurkan, hati akan merajut kembali kepingan-kepingannya.
"Hati itu dipilih, bukan memilih" (Perahu Kertas, Dee)
karena itu, cinta tak bereinkarnasi. Karena siapapun yang adikuasa telah memilih hatiku untuk mencintainya. Entah sampai kapan.
Langganan:
Postingan (Atom)